Senin, 29 November 2010
Enarotali Paniai Pada Tgl 26 hari Jumat Bulan November Tahun 2010 |
DI PAPUA BARAT
Pakar Politik Perang Saraf Memprogramkan Negara Republik Indonesia Melalui Beberapa OrganisasiYaitu, Zandi,Baize, Bin,dan ABRI Sesuai Penjelasan Pelaku Pelaksana Peraktek Lapangan Menjelaskan Bahwa ABRI memprogramkan Rahasia Negara Tujuan Untuk Memusnakan Ras Melanesia di Papua Barat.
ZANDI:
Zandi adaah Sebuah Obat – Obatan,Ilmu – Ilmu Gelap,Jihat, yang Sedang siapkan dari Kerajaan SULTAN AMENGKUBUONO Yogyakarta, Kerajaan Sultan HASANUDIN Makasar dan Kerajaan Sultan TINORE TERNATE Ambonia. Bekerja Bersamaan dengan Program Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
BAIZE:
Baize adalah Sebuah Non Organik yang Mempersiapkan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) untuk Mempersiapkan Tenaga Pembunuhan Manusia Secara Berprofesional yang Memprogramkan Kerahasian Negara dari Republik Indonesia Mengirimkan Ke Papua.
BIN
Badan Intelijen Negara yang Mempersiapkan Tenaga Penelidik Kasus Persoalan Masalah- Masalah Berpolitik Maupun Masalah yang lain Menrahasiakan di dalam sebuah Kenegaraan lain.
ABRI
ABRI adalah Angkatan Bersenjata Repubik Indonesia yang Mempersipkan Tenaga untuk Mempagari dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.Maka Indonesia Mempersiapkan Tenaga Melalui Empat Organisasi dari NKRI Perang Serangan Bersystemkan Kerahasian Negara Indonesia Tujuan Untuk Memusnakan Ras Melanesia Bangsa Papua Barat.
MILISI MERAH PUTIH
Milisi Merah Putih atau Barisan Merah Putih adalah di Istil,Mempasilitasikan oleh ABRI Kepada Berkelompok Orang Asli Papua yang Penianat Negrinya West Papua.Menjadikan Tiga Kelompok Yaitu?
1. Asosiasi
2. Berdasi
3. Independen.
ABRI Mengajak Mempengarui Melalui tiga Cara System diatas ini Kepada Berkelompok Orang Asli Papu Barat yang Tidak punya Merasakan Kewibawahan Hargadiri Sendirinyaatau Penyianat Diatas Negrinya.
PAPUA ZONA DARURAT:
Kini West Papua Zona Darurat Perdetik,Perjam, Perhari, Perbulan dan Pertahun di Papua Barat Meningkat Kematihan dan Korbang Melalui Beberapa Serangan Perang yang di Buat dari Republik Indonesia Yaitu?
1. Perang Saraf/ Perang Psikologi
2. Perang Ekosistem
3. Perang Fisik
4. dan lain-Lain.
Peran Serangan Melalui Beberapa Jalur, 1000 Macam System Politik yang di buat oleh Republik Indonesia Terhadap Negri Papua dan Ras BangsaMelanesia West Papua. maka Paniai satu hal Keanehan yang telah Ketahui salah satu Program Terorganisasi NKRI Yaitu?
Seorang asli CINA warga Negara Indonesia Menjadi Pimpinan dan Orang Asli Indonesia Asal Makasar Bernama LA ODE EDAS Menjadi Pakar Guru Besar Untuk Mempengarui Sekelompok Pemuda Papua yang belum sadar dari Perkembangan Dunia Berpolitik atau Kurang Memiliki, Kedewasaan Kesadaran dalam Perkembangan hidup.
hasil Penyelidik oleh TPN PB – OPM Devisi II Makodam Pembela Keadilan dan Kebenaran IV Paniai,Bagian Reserse TPN PB – OPM Menemukan Sala satu Obat, Obat Homosex. Pada Hari Jumat Tanggal 26 Bulan November 2010.di Enarotali Paniai.
KASUS (HOMOSEX )SEKSUAL SEJENIS PRIA.
ETIKA PERANG BIOLOGIS HOMOSEX ATAU PERANG SARAF
TERJADI DI TANAH WEST PAPUA
PAKAR GURU BESAR ORANG PENDATANG YANG BERDOMISILI PENGUSAHA ENAROTALI PANIAI PAPUA.
KEANEAN TERJADI PAPUADI PANIAI
KORONOLOGIS
Perang Biologis HOMOSEX Keanehan Di Papua Telah Terjadi Sejenis Alat Vital Kemaluan Laki – Laki di Paniai. Enarotali, Distrik Ekadide Kampung Okonobaida Pada Tanggal 15 November 2010.
ABIMELEK DEGEI sebagai Pelaku Homosex yang Tangan Kanan Oleh Guru Besar Orang Asli Indonesia, ABIMELEK DEGEI Memperaktek Homosex Terhadap Beberapa Masyarakat Sipil Paniai,dan Pada Tanggal 15 November 2010.Mengorbangkan Salah satu Anggota TPNPB – OPM Makodam IV Paniai Bernama SIMON YOGI, SIMON YOGI Kini Kondisi Tubuh bagian Alat Kemaluhan batas Tali Pusat bawah dalam Para, Keluar darah, Nana Berterus Menerus belum ada Behenti,
Apabilah Salah Satu Anggota TPNPB – OPM Mengorbangkan Belarti Besok Keataspun akan Korbang Seribuh Rakyat Sipil Bangsa Papua Barat akan Korbang diatas Negrinya
Bosnya / Pimpinan Homosex Orang Asli CINA yang Warga Negara Indonesia,Pengusaha Kabupaten Paniai dan Guru Besar HOMOSEX Orang Pendatang Pedagan Kaki tiga Asli Indonesia Asal Makasar Bernama LA ODE ABDUL EDAS yang Mengajar Sekelompok Orang Asli Papua yang Belum sadar dalam Kehidupan Sehari – hari dan dunia Perkembangan Politik,Pembunuhan, Pemusnaan Bangsa Ras Melanesia di Tanah Papua, Orang asli Papua Terutama Regenerasi Pemuda Papua yang hidup dalam Keramayan yang tak ada Tujuan jelas di Tengah – Tengah Sipil Rakyat Papua harus sadar dalam.Jiwa,Tubuh, Jasmani dan Rohani.Maka Banyak Hal yang akan Datang dalam Era Gelombang Rentesan Dunia di Papua Barat Tujuan Melakukan Orang Pendatang Kepada Orang Asli Papua Untuk Memusnakan Masal Generasi Bangsa dan Negara.
Pemuda Generasi Papua Perlu Memiliki Kedewasan dan Kesadaran. Jaga Harkat dan Martabak Kebudayaan maka Perlu Patut Kepada, Tuhan Maha Pencipta Langit dan Bumi, bahkan Kebudayaan Ras Melanesia Bangsa Papua Barat, Keaketat Agama. Supaya tidak dapat Mempenggaruhi Oleh Kebudayaan Orang- Orang di Dunia Lain yang Bawah Obat – Obat Vital Homosex dari Indonesi, Cina. Malasia, Singapur dan dari Negara – Negara Bangsa Lain.
Pada Hari Jumat Tanggal 26 Bulan November 2010.di Enarotali Paniai.Pasukan TPN – OPM Menangkap Pimpinan Orang Asli CINA yang Sudah Warga Negara Indonesia dan Pakar Guru Besar Asal Orang Indonesia, di adilikan Kantor Kepolisian Paniai.
PENJELASAN PROSES PENGUNAAN OBAT HOMOSEX:
Kedua Pelaku Pakar Guru Homosex Mengadilikan Kantor Kepolisian Paniai Dari Pasukan TPN PB – OPM Oleh Jhon M Yogi
Bosnya / Pimpinan Homosex Orang Asli CINA yang Warga Negara Indonesia,Pengusaha Kabupaten Paniai dan Guru Besar HOMOSEX Orang Pendatang Pedagan Kaki tiga Asli Indonesia Asal Makasar Bernama LA ODE ABDUL EDAS yang Mengajar Sekelompok Orang Asli Papua yang Belum sadar dalam Kehidupan Sehari – hari dan dunia Perkembangan Politik,Pembunuhan, Pemusnaan Bangsa Ras Melanesia di Tanah Papua,
IDENTITAS PAKAR GURU BESAR KEILMUAN GAIB DI PASILITASI OLEH NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG BERDOMISILI PAPUA BARAT DI ENAROTALI PANIAI. |
Foto saat Penjelasan Pengunaan obat Homsex. LA ODE ABDUL EDAS, Menyatakan Apapun yang ABIMELEK DEGEI Menceritakan itu semua Saya Tidak tahu kata
Kata,ABIMELEK Obat itu” Meperaktekkan 3 Orang PRIA Terjadi yang Kedua Kali
Belum ada dapat Ketahuan Tetapi kali yang Ketiga ini Dapat Ketahuan maka Saya di adili Oleh TPN PB – OPM di Depan Kantor Kapolres Paniai Enarotali di Madi Pada Hari Jumat Tanggal 26 November 2010.
Foto Saat Kapolres Paniai Melihat Barang Bukti Obat Homosex yang telah Memberikan dari Istrinya Abdul Memberikan Kepada Melek.Kapolres Paniai Jannus.P. Siregar Sambil Melihat Baran Bukti Obat Homosex yang dibuat Oleh Seorang Asli Indonesia Asal Makasar Pedagan Barang Eletronik/ Pedagan Kaki tiga. Berdomisili Kabupaten Paniai Enarotali Alamat Pasar Baru RT V Sambil Mempengarui Mengajar Keilmuan Gaib – Gaiban dari Kebudayaan Modrn Indonesia Kepada Pemuda Papua.Kapolres Medan Melihat Baran Bukti depan Masa Rakyat Bangsa Papua Barat di Kantor Kepolisian Madi Enarotali Paniai Papua. Menurut Kapolres Yunnus.P. Siregar Tidak Menyampaikan Perkataan apa-apa depan Masa Aksi Demontrasi Penuntutan Mengilangkan Nyawa Seorang Pelaku Tersebut Siapapun dia Orang Pendatang Maupun Orang Papua Yang Melaksanakan Politik Genosaide.Pihak TPNPB –OPM Bersama Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah MEE PAGO Menyampaikan Karena Terungkap Kerahasia Negara Republik Indonesi.yang Memusnakan Ras Melanesia Melalui Systematis Sebelum Mengeluarkan Barang Bukti dari TPNPB – OPM, KNPB Wilayah Paniai Bersama Seluruh Rakyat Bangsa Papua Barat di Enarotali Paniai Kapolres Banyak Berbicara Untuk Menyembunyikan Kerahasian Negara Republik Indonesia.
Minggu, 28 November 2010
UPACARA SUMPA JABATAN
Perlawanan dengan mengandalkan senjata, sudah lama ditinggalkan. Tapi, perjuangan untuk bebas dari penjajahan, masih terpatri dalam sanubari seorang Thadius Yogi. Pemerintah masih melancarkan jurus-jurus jitu untuk memendamkan gelora kemerdekaan, menjinakkan para pejuang, termasuk pria berperawakan kekar dan tinggi itu.
Keluar masuk hutan sudah dilaluinya sejak tahun 1978 usai menamatkan sekolah guru (SPG) di Jayapura. Mengandalkan semangat juang tinggi, ia berikhtiar demi satu tujuan, ingin hidup bebas di Tanah Papua. Tak heran jika kemudian selama perjuangannya, sudah banyak memakan korban. Banyak pengikutnya meninggal dunia. Ada yang tertembak dalam sebuah kontak senjata, sebagian lain meninggal karena sakit dan lapar di tengah hutan belantara.
Gigitan nyamuk dan amukan binatang liar saat bergerilya di tengah rimba, bukan penghalang bagi pria kelahiran Madi itu. Ia bahkan pernah melancarkan beberapa kali serangan kepada aparat keamanan yang memburunya dalam suatu operasi militer. Tapi, upaya menghentikan perlawanan tak pernah berhasil diredam. Dengan cara apapun, termasuk bidikan timah panas pun selalu lolos. Setelah sekian puluh tahun mengembara di tengah belantara Papua, Thadius Yogi dan gerombolannya mulai pulang kampung. Sekitar pertengahan tahun 2000, ia berhasil menguasai dusun Eduda.
Keputusan pulang kampung, memang mengundang beragam reaksi. Sebagian menilai, Yogiibo –sapaan akrab– sudah tidak seperti dulu. Ia sudah menyerah ke tangan Indonesia? Begitu prasangka yang menyeruak saat itu.
“Saya bukan menyerah. Saya tetap berjuang, tetapi sekarang dengan cara lain. Tidak lagi dengan senjata,” ujarnya mantap.
Upaya pemerintah merebut hati sang gerilyawan tak pernah berhasil. Buktinya, tahun 2002, pemerintah menawarkan jabatan politik tertentu untuk segera kembali ke pangkuan NKRI. Selain itu, kompensasi atas tanah adat milik klan Yogi di Madi yang kini dipakai Pemerintah Kabupaten Paniai dijanjikan akan dibayar dengan dana yang cukup menggiurkan.
Tapi, bagi Yogiibo, pembayaran kompensasi tersebut tak perlu dipolitisir. Jika pemerintah mau bayar, ya bayar uang kompensasi saja, tak usah diembel-embel dengan unsur politik. Lantaran beda persepsi dan tak ada kata sepakat, hingga kini persoalan lokasi tersebut belum tuntas. Permintaan Thadius dianggap terlalu berlebihan, sementara pemerintah daerah berdalih jika besaran dana yang dipatoknya dibayar berarti itu otomatis merupakan satu bargaining politik untuk kembali menjadi warga negara Indonesia yang baik, tidak lagi menjadi pemberontak.
Meski begitu, tawaran demi tawaran yang diperdagangkan pemerintah tak jua meruntuhkan hati seorang Daidabi –nama adat Panglima Kodap IV Paniai TPN West Papua.
Dalam berbagai kesempatan, misalnya saat perayaan 1 Desember 2008, ia berbicara lantang mengenai pengalaman pahit yang sangat menyedihkan yang dialami rakyat Papua sepanjang sejarah hidup semenjak terjadinya proses aneksasi puluhan tahun silam.
Itu sebabnya, komitmen untuk membebaskan Negeri Kasuari dari jeratan penjajah, masih begitu kuat mengental dalam sanubarinya. Totalitas bagi pembebasan Papua tak perlu diragukan lagi, karena telah dibuktikan: setia bergerilya meski dalam kondisi apapun.
Keberadaannya cukup merepotkan aparat keamanan. Ya, gerak-gerik gembong Thadius Yogi cukup menyita perhatian Jakarta. Perjuangannya dianggap satu ancaman negara ini. Karena itu, Yogi harus diamankan..
Alhasil, berbagai upaya pun dilakukan pemerintah bersama aparaturnya untuk menjinakkan Yogiibo. Mulai dari kontak senjata melalui berbagai operasi militer hingga yang lunak, negara menganggarkan dana khusus dengan sandi bantuan sosial berupa pembangunan perumahan bagi Thadius Yogi dan para pengikutnya.
Terakhir, bekas Menkokesra, Aburizal Bakrie datang langsung ke Paniai dengan agenda khusus yakni, bertemu langsung dengan Yogiibo. Bersamaan dengan itu bekas Menkokesra juga hendak menyerahkan bantuan sosial. Anggaran yang disiapkan bukan main, 6 Miliar! Tapi, ia tolak. Bagi Tadius Yogi, mungkin uang bukan segala galanya, masih banyak jalan untuk bertahan hidup.
Bukan hanya itu. Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Paniai juga tak kehilangan akal. Mereka melancarkan berbagai taktik menggenapi pesan Jakarta. Baru-baru ini pemerintah daerah sempat mendekati Thadius Yogi dengan setumpuk rupiah. Konon kabarnya, uang tersebut hendak diberikan terkait kompensasi lokasi di Madi. Tak berlebihan bila saat pertemuan, terdengar kata jimat bahwa anggaran itu tidak dipandang dari sisi politik. Bukan hendak memendam aspirasi kemerdekaan yang didengungkannya sejak lama. Tapi katanya itu dana kompensasi tanah. Sumber lain menyebut, dana tersebut dalam rangka pengamanan Pemilu 2009. Betulkah?
Entahlah. Tapi yang jelas, informasi pertemuan itu pun sontak saja tersiar luas. Tak pelak, pelbagai isu langsung menggema. Dari mulut ke mulut. Bahkan terdengar hingga keluar Paniai.
Yogiibo dihujat rakyat habis-habisan. Ia dicap pembangkang.Pengecut. Yudas. Dan sederet label lainnya. Meski terus dicebir dan dicurigai, ia tak bergeming sedikitpun. Komitmennya tak akan terbayarkan dengan uang atau barang. Kalau pemerintah mau bantu rakyat, bangun rumah, jalan atau jembatan, obat gratis, jalankan program pembangunan, silakan saja. “Itu kewajibannya. Tapi dengan ini semua tidak akan mematikan perjuangan murni kami,” tekadnya.
Perjuangan yang dilakoni Yogi semenjak awal memilih hidup menjadi pejuang bagi pembebasan negeri dan rakyat di Tanah Papua, tetap dilanjutkan meski selama ini muncul beragam rayuan pemerintah untuk menyerah dan kembali menjadi warga NKRI.
Baginya, trik politik yang dimainkan Jakarta bukan hal baru. Serupa juga dialami rekan pejuang lainnya. Kalaupun pemerintah berhasil meng-Indonesia-kan pejuang tertentu di beberapa daerah, seperti di Oksibil, itu hanyalah rekayasa belaka. TPN dan OPM tak mungkin menyerah sebelum menggapai impiannya yang telah dibayar mahal dengan derai air mata dan darah.
Panglima Operasi Papua Merdeka (OPM), Makodam IV Paniai Papua Barat, Tadius Yogi menolak bertemua dengan Menko Kesra Republik Indonesia, Aburizal Bakrie yang dijadwal pada tanggal 9 September 2009. Tadius Yogi menolak bertemu Menko Kesra karena pertahanan puluhan tahun di hutan Papua Barat adalah bukan soal makan minum.
“Kami tidak bisa didekati dengan soal makam dan minum. Ini bukan soal kesejahteraan. Kami pertahankan perjuangan selama puluhan ini bukan soal makan minum. Kami pertahankan Kemerdekaan Papua Barat (1 Desember 1961) yang pernah dicuri Indonsia,” katanya kepada WPToday.
“Katanya, pemerintah Indonesia melalui Menko Kesra menyiapkan uang Rp 60 Milyar untuk membayar saya supaya mundur dari perjuangan Papua Merdeka. Tetapi, pertahanan puluhan tahun itu tidak senilai dengan Rp 60 Milyar. Uang itu adalah yang mereka dapat dari kekayaan di Papua Barat. Ratusan ribu nyawa yang korban demi Papua Barat tidak akan pernah sia-sia, apalagi dibayar dengan uang Rp 60 Milyar. Itu tidak mungkin,” kata Tadius. Soal uang itu tidak mungkin, soal Papua bukan makan dan minum semata.
Menanggapi kunjungan bekas Menko Kesra Aburizal ke Paniai. Tadius mengatakan, Dia itu datang ke Paniai untuk bertemu dengan pejabat pemerintah Indonesia yang ada di Paniai. “Bukan ketemu saya. Memang, pemerintah Kabupaten Paniai sudah menghubungi saya tentang rencana pertemuan khusus.Tetapi saya menolak dengan tegas.Dia berkunjung ke Paniai itu dalam rangka peresmian pembangunan permukiman terpadu tahap pertama di Kabupaten Paniai, di Kota Enarotali.
“Kalau mau melakukan pertemuan, seharusnya dia harus mencoba pertemuan yang lebih luas. Hadirkan berbagai pihak yang berkompeten. Pihak Jakarta tidak bisa berbuat seperti itu. Harus ada PBB, Belanda, Amerika dan Indonesia, maka rakyat Papua akan datang untuk bicara sama-sama soal Papua Barat,” katadia.
Menjawab soal pertahanan dan perjuangannya, menurut dia Papua Barat siap merdeka. Perjuangan Papua sudah jauh. Ratusan ribu nyawa orang Papua tidak akan pernah sia-sia.(
Keluar masuk hutan sudah dilaluinya sejak tahun 1978 usai menamatkan sekolah guru (SPG) di Jayapura. Mengandalkan semangat juang tinggi, ia berikhtiar demi satu tujuan, ingin hidup bebas di Tanah Papua. Tak heran jika kemudian selama perjuangannya, sudah banyak memakan korban. Banyak pengikutnya meninggal dunia. Ada yang tertembak dalam sebuah kontak senjata, sebagian lain meninggal karena sakit dan lapar di tengah hutan belantara.
Gigitan nyamuk dan amukan binatang liar saat bergerilya di tengah rimba, bukan penghalang bagi pria kelahiran Madi itu. Ia bahkan pernah melancarkan beberapa kali serangan kepada aparat keamanan yang memburunya dalam suatu operasi militer. Tapi, upaya menghentikan perlawanan tak pernah berhasil diredam. Dengan cara apapun, termasuk bidikan timah panas pun selalu lolos. Setelah sekian puluh tahun mengembara di tengah belantara Papua, Thadius Yogi dan gerombolannya mulai pulang kampung. Sekitar pertengahan tahun 2000, ia berhasil menguasai dusun Eduda.
Keputusan pulang kampung, memang mengundang beragam reaksi. Sebagian menilai, Yogiibo –sapaan akrab– sudah tidak seperti dulu. Ia sudah menyerah ke tangan Indonesia? Begitu prasangka yang menyeruak saat itu.
“Saya bukan menyerah. Saya tetap berjuang, tetapi sekarang dengan cara lain. Tidak lagi dengan senjata,” ujarnya mantap.
Upaya pemerintah merebut hati sang gerilyawan tak pernah berhasil. Buktinya, tahun 2002, pemerintah menawarkan jabatan politik tertentu untuk segera kembali ke pangkuan NKRI. Selain itu, kompensasi atas tanah adat milik klan Yogi di Madi yang kini dipakai Pemerintah Kabupaten Paniai dijanjikan akan dibayar dengan dana yang cukup menggiurkan.
Tapi, bagi Yogiibo, pembayaran kompensasi tersebut tak perlu dipolitisir. Jika pemerintah mau bayar, ya bayar uang kompensasi saja, tak usah diembel-embel dengan unsur politik. Lantaran beda persepsi dan tak ada kata sepakat, hingga kini persoalan lokasi tersebut belum tuntas. Permintaan Thadius dianggap terlalu berlebihan, sementara pemerintah daerah berdalih jika besaran dana yang dipatoknya dibayar berarti itu otomatis merupakan satu bargaining politik untuk kembali menjadi warga negara Indonesia yang baik, tidak lagi menjadi pemberontak.
Meski begitu, tawaran demi tawaran yang diperdagangkan pemerintah tak jua meruntuhkan hati seorang Daidabi –nama adat Panglima Kodap IV Paniai TPN West Papua.
Dalam berbagai kesempatan, misalnya saat perayaan 1 Desember 2008, ia berbicara lantang mengenai pengalaman pahit yang sangat menyedihkan yang dialami rakyat Papua sepanjang sejarah hidup semenjak terjadinya proses aneksasi puluhan tahun silam.
Itu sebabnya, komitmen untuk membebaskan Negeri Kasuari dari jeratan penjajah, masih begitu kuat mengental dalam sanubarinya. Totalitas bagi pembebasan Papua tak perlu diragukan lagi, karena telah dibuktikan: setia bergerilya meski dalam kondisi apapun.
Keberadaannya cukup merepotkan aparat keamanan. Ya, gerak-gerik gembong Thadius Yogi cukup menyita perhatian Jakarta. Perjuangannya dianggap satu ancaman negara ini. Karena itu, Yogi harus diamankan..
Alhasil, berbagai upaya pun dilakukan pemerintah bersama aparaturnya untuk menjinakkan Yogiibo. Mulai dari kontak senjata melalui berbagai operasi militer hingga yang lunak, negara menganggarkan dana khusus dengan sandi bantuan sosial berupa pembangunan perumahan bagi Thadius Yogi dan para pengikutnya.
Terakhir, bekas Menkokesra, Aburizal Bakrie datang langsung ke Paniai dengan agenda khusus yakni, bertemu langsung dengan Yogiibo. Bersamaan dengan itu bekas Menkokesra juga hendak menyerahkan bantuan sosial. Anggaran yang disiapkan bukan main, 6 Miliar! Tapi, ia tolak. Bagi Tadius Yogi, mungkin uang bukan segala galanya, masih banyak jalan untuk bertahan hidup.
Bukan hanya itu. Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Paniai juga tak kehilangan akal. Mereka melancarkan berbagai taktik menggenapi pesan Jakarta. Baru-baru ini pemerintah daerah sempat mendekati Thadius Yogi dengan setumpuk rupiah. Konon kabarnya, uang tersebut hendak diberikan terkait kompensasi lokasi di Madi. Tak berlebihan bila saat pertemuan, terdengar kata jimat bahwa anggaran itu tidak dipandang dari sisi politik. Bukan hendak memendam aspirasi kemerdekaan yang didengungkannya sejak lama. Tapi katanya itu dana kompensasi tanah. Sumber lain menyebut, dana tersebut dalam rangka pengamanan Pemilu 2009. Betulkah?
Entahlah. Tapi yang jelas, informasi pertemuan itu pun sontak saja tersiar luas. Tak pelak, pelbagai isu langsung menggema. Dari mulut ke mulut. Bahkan terdengar hingga keluar Paniai.
Yogiibo dihujat rakyat habis-habisan. Ia dicap pembangkang.Pengecut. Yudas. Dan sederet label lainnya. Meski terus dicebir dan dicurigai, ia tak bergeming sedikitpun. Komitmennya tak akan terbayarkan dengan uang atau barang. Kalau pemerintah mau bantu rakyat, bangun rumah, jalan atau jembatan, obat gratis, jalankan program pembangunan, silakan saja. “Itu kewajibannya. Tapi dengan ini semua tidak akan mematikan perjuangan murni kami,” tekadnya.
Perjuangan yang dilakoni Yogi semenjak awal memilih hidup menjadi pejuang bagi pembebasan negeri dan rakyat di Tanah Papua, tetap dilanjutkan meski selama ini muncul beragam rayuan pemerintah untuk menyerah dan kembali menjadi warga NKRI.
Baginya, trik politik yang dimainkan Jakarta bukan hal baru. Serupa juga dialami rekan pejuang lainnya. Kalaupun pemerintah berhasil meng-Indonesia-kan pejuang tertentu di beberapa daerah, seperti di Oksibil, itu hanyalah rekayasa belaka. TPN dan OPM tak mungkin menyerah sebelum menggapai impiannya yang telah dibayar mahal dengan derai air mata dan darah.
Panglima Operasi Papua Merdeka (OPM), Makodam IV Paniai Papua Barat, Tadius Yogi menolak bertemua dengan Menko Kesra Republik Indonesia, Aburizal Bakrie yang dijadwal pada tanggal 9 September 2009. Tadius Yogi menolak bertemu Menko Kesra karena pertahanan puluhan tahun di hutan Papua Barat adalah bukan soal makan minum.
“Kami tidak bisa didekati dengan soal makam dan minum. Ini bukan soal kesejahteraan. Kami pertahankan perjuangan selama puluhan ini bukan soal makan minum. Kami pertahankan Kemerdekaan Papua Barat (1 Desember 1961) yang pernah dicuri Indonsia,” katanya kepada WPToday.
“Katanya, pemerintah Indonesia melalui Menko Kesra menyiapkan uang Rp 60 Milyar untuk membayar saya supaya mundur dari perjuangan Papua Merdeka. Tetapi, pertahanan puluhan tahun itu tidak senilai dengan Rp 60 Milyar. Uang itu adalah yang mereka dapat dari kekayaan di Papua Barat. Ratusan ribu nyawa yang korban demi Papua Barat tidak akan pernah sia-sia, apalagi dibayar dengan uang Rp 60 Milyar. Itu tidak mungkin,” kata Tadius. Soal uang itu tidak mungkin, soal Papua bukan makan dan minum semata.
Menanggapi kunjungan bekas Menko Kesra Aburizal ke Paniai. Tadius mengatakan, Dia itu datang ke Paniai untuk bertemu dengan pejabat pemerintah Indonesia yang ada di Paniai. “Bukan ketemu saya. Memang, pemerintah Kabupaten Paniai sudah menghubungi saya tentang rencana pertemuan khusus.Tetapi saya menolak dengan tegas.Dia berkunjung ke Paniai itu dalam rangka peresmian pembangunan permukiman terpadu tahap pertama di Kabupaten Paniai, di Kota Enarotali.
“Kalau mau melakukan pertemuan, seharusnya dia harus mencoba pertemuan yang lebih luas. Hadirkan berbagai pihak yang berkompeten. Pihak Jakarta tidak bisa berbuat seperti itu. Harus ada PBB, Belanda, Amerika dan Indonesia, maka rakyat Papua akan datang untuk bicara sama-sama soal Papua Barat,” katadia.
Menjawab soal pertahanan dan perjuangannya, menurut dia Papua Barat siap merdeka. Perjuangan Papua sudah jauh. Ratusan ribu nyawa orang Papua tidak akan pernah sia-sia.(
Tadius Yogi menolak bertemua dengan Menko Kes Aburizal Bakrie
Tadius Yogi menolak bertemua dengan Menko Kes Aburizal Bakrie
(Enarotali) – Panglima Operasi Papua Merdeka (OPM), Makodam IV Paniai Papua Barat, Tadius Yogi menolak bertemua dengan Menko Kesra Republik Indonesia, Aburizal Bakrie yang dijadwal pada tanggal 9 September 2009. Tadius Yogi menolak bertemu Menko Kesra karena pertahanan puluhan tahun di hutan Papua Barat adalah bukan soal makan minum.
“Kami tidak bisa didekati dengan soal makam dan minum. Ini bukan soal kesejahteraan. Kami pertahankan perjuangan selama puluhan ini bukan soal makan minum. Kami pertahankan Kemerdekaan Papua Barat (1 Desember 1961) yang pernah dicuri Indonsia,” katanya kepada WPToday.
“Katanya, pemerintah Indonesia melalui Menko Kesra menyiapkan uang Rp 60 Milyar untuk membayar saya supaya mundur dari perjuangan Papua Merdeka. Tetapi, pertahanan puluhan tahun itu tidak senilai dengan Rp 60 Milyar. Uang itu adalah yang mereka dapat dari kekayaan di Papua Barat. Ratusan ribu nyawa yang korban demi Papua Barat tidak akan pernah sia-sia, apalagi dibayar dengan uang Rp 60 Milyar. Itu tidak mungkin,” kata Tadius ketika ditanya soal rencana pemberian uang oleh pemerintah Indonesia.
Ketika ditanya untuk apa Menko Kesra ke Paniai, Tadius mengatakan, “Menko Kestra ke Paniai untuk ketemu pemerintah Indonesia yang ada di Paniai. Bukan ketemua saya. Memang, pemerintah Kabupaten Paniai sudah menghubungi saya tentang rencana pertemuan khusus Menko Kesra dengan saya, tetapi saya tolak. Dia (Menko Kesra) ada di Paniai itu dalam rangka meresmikan pembangunan permukiman terpadu tahap I di Enarotali, Papua, Rabu (9/9/09).”
“Kalau mau melakukan pertemuan, coba buka pertemuan yang lebih luas. Hadirkan berbagai pihak yang berkompeten. Jakarta tidak bisa seperti itu. Kalau ada PBB, Belanda, Amerika dan Indonesia, maka rakyat Papua akan datang untuk bicara sama-sama soal Papua Barat,” katanya tegas.
Ketika ditanya soal pertahanannya, Tadius mengatakan, Papua Barat siap merdeka. Perjuangan kami sudah jauh. Indonesia silakan saja melakukan berbagai cara tetapi tidak ada sebuah perjuangan yang sia
Langganan:
Postingan (Atom)